Thursday, April 4, 2019

Smash Eksploitasi Anak Berkedok Audisi Badminton

Setiap orang pasti ingin memiliki prestasi, baik didalam pekerjaan, seni, maupun olahraga. Badminton merupakan salah satu olahraga yang sangat popular di Indonesia, hal itu bisa dibuktikannya dengan atlit-atlit nasional yang telah banyak mendapatkan prestasi internasional, dan prestasi itu bisa didapatkan dengan kerja keras dan fasilitas yang pastinya memadahi, untuk bisa mendapatkan fasilitas yang memadahi diperlukan biaya yang cukup tinggi, baik dari segi peralatan maupun pelatih handal yang bisa membawa prestasi yang tinggi.

Jika kita ingin banyak menjuarai kejuaraan-kejuaraan dunia maka atlit-atlitnya harus terbentuk dari sejak dini, maka dari itu sangat penting sekali untuk memberikan gelaran kompetisi badminton sejak anak-anak agar mereka terbentuk dengan pondasi yang kuat untuk menopang prestasi besar dimasa depannya. Kompetisi badminton sendiri akan bisa berjalan jika bisa mendapatkan sponsor, atau bisa saja suatu perusahaan mengalokasikan dana Corporate Social Responsibility (CSR) mereka untuk membuat suatu audisi beasiswa badminton yang akan kita bahas setelah ini.

Salah satu perusahaan yang aktif mendukung kegiatan badminton dari dahulu mulai dari jadi sponsor maupun beasiswa untuk para atlit badminton adalah perusahaan rokok, bahkan dukungan perusahaan tersebut dapat menjadikan Indonesia berkibar di ajang internasional. Namun hal ini akan menjadi kontroversi saat perusahaan rokok mengadakan ajang audisi badminton untuk mengiklankan brandnya pada anak-anak.
Pada tahun 2018 lalu telah diselenggarakan Audisi Beasiswa Bulutangkis selama bulan Maret – September tersebar di 8 kota besar. Kegiatan ini dipromosikan secara massif sejak akhir Januari 2018 di berbagai media seperti TV, koran, youtube, facebook, dan Instagram.Sedangkan jumlah peserta anak-anak usia 6-15 tahun yang mengikuti acara ini adalah sebanyak 5.957 orang yang akan merebutkam 23 kursi untuk mendapatkan beasiswa, perbandingan angka yang sangat ekstrim jika melihat data tersebut berarti hanya 0,38% bahkan kurang dari 1%.

Dengan perbandingan antara jumlah peserta dan penerima terlalu yang terlalu ekstrim maka hal itu tidak sebanding, alih-alih beasiswa generasi muda olahragawan masa depan justru yang tampak adalah eksploitasi pemasaran cilik dan pencitraan sebagai perusahaan yang peduli pada olahraga badminton. Sehingga pemenang pada audisi ini bukanlah segelintir anak-anak yang mendapatkan beasiswa tapi pemenang sebenarnya adalah si perusahaan rokok yang telah sukses membangun pasar masa depan secara tidak langsung.

Sebanyak 5.957 anak-anak tersebut wajib menggunakan kaos yang bertuliskan brand rokok didada mereka dengan ukuran yang cukup besar. Logo yang terpampang jelas di dada kaos tersebut akan dipakai untuk merebutkan 23 tempat beasiswa sedangkan ribuan peserta tereliminasi dengan membawa pulang kaos berlogo rokok yang bisa mereka pakai berkali-kali untuk latihan atau bahkan untuk baju bermain dengan teman-teman mereka.
Beberapa hari yang lalu Yayasan Lentera Anak mengadakan Forum Grup Discussioan (FGD) bersama para Blogger dengan mengusung tema Audisi Badminton Sebagai Pengembangan Bakat Anak atau Eksploitasi Anak yang bertempatkan di Perpustakaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta Pusat. Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak berpendapat bahwa anak-anak yang ikut dalam audisi tersebut dan diwajibkan memakai kaos brand rokok, menjadikan anak-anak menjadi iklan berjalan.
Menurut pandangan psikolog Liza Djaprie yang turut hadir sebagai narasumber waktu itu berpendapat bahwa Audisi beasiswa badminton dengan cara seperti itu (iklan berjalan) oleh brand rokok dapat mempengaruhi psikologi anak karena daya analisis anak-anak masih sangat minim sekali, otak mereka bagaikan spons yang mudah menyerap semua informasi yang didapat. Karena mereka merasa brand itu telah baik dengan mereka maka dia akan dekat dan bangga dengan brand tersebut yang tak menutup kemungkinan menjadi pasar baru bagi perusahaan rokok tersebut.

Hal ini bisa dikatakan menyimpang karena memanfaatkan tubuh anak-anak sebagai brand image rokok yang awalnya bertujuan ingin mengembangkan diri dan prestasi justru disalahgunakan menjadi media promosi perusahaan rokok. Perbuatan tersebut bertolak belakang dengan UU Perlindungan Anak Pasal 761, “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terhadap anak”
Bantuan sponsor yang pendanaanya berasal dari perusahaan memang sangat penting untuk menjang suatu kegiatan tetapi perlu kita sadari bahwa apakah perusahaan tersebut tidak menyalahgunakan kegiatan tersebut apalagi jika menyangkut masa depan anak-anak generasi penerus bangsa, semoga dengan pertiwa tersebut dapat membuka mata masyarakat tentang pentingnya menjaga anak-anak dari bahaya mengancam kesehatan dan karirnya dimasa depan.

1 comments:

  1. Wah, anak dijadikan iklan berjalan ya, selama ini aku ngga sadar loh..ckckck...semoga bisa ditindak tegas ya si perusahaan nakal ini

    ReplyDelete